GERMASI Laporkan Dugaan Mafia Tanah TNBBS Kejaksaan Tinggi

Bandar Lampung, Potensinasional.id– Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GERMASI) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait mafia tanah, alih fungsi lahan, dan pengrusakan kawasan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), wilayah Kabupaten Lampung Barat, ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Lampung pada awal pekan ini.

Laporan ini disampaikan menyusul temuan GERMASI terkait dugaan keterlibatan sejumlah oknum pejabat, baik di tingkat daerah maupun pusat. Dalam laporan tersebut disebutkan beberapa pihak yang diduga terlibat, antara lain oknum Bupati Lampung Barat, anggota DPRD setempat, Kepala Balai Besar TNBBS, mantan Dirjen KSDAE Kementerian LHK, serta pejabat dari ATR/BPN Lampung Barat.

“Kami sudah mengantongi sejumlah dokumen dan data yang cukup kuat untuk mendukung laporan ini,” ujar Hengki Irawan, SH, MH, kuasa hukum GERMASI dalam konferensi pers, Rabu (9/4).

“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti laporan ini dan memproses semua pihak yang terlibat sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.

Menurut Hengki, kawasan TNBBS yang seharusnya berstatus konservasi, kini berubah fungsi menjadi area perkebunan kopi robusta dan pemukiman. GERMASI menduga kuat perubahan tersebut difasilitasi oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan ekonomi.

“Kami melihat adanya skenario sistematis dan terstruktur untuk mengalihkan fungsi lahan secara ilegal demi kepentingan bisnis,” tambahnya.

Ribuan Hektar Beralih Fungsi

Berdasarkan data yang dihimpun GERMASI, dari total 57.530 hektare kawasan hutan TNBBS yang berada dalam wilayah administrasi Lampung Barat, sekitar 21.925 hektare telah berubah menjadi perkebunan kopi.

Founder GERMASI, Ridwan Maulana, CPL.CDRA, mencurigai adanya penguasaan lahan oleh pihak-pihak tertentu yang menggunakan nama masyarakat sebagai tameng.

“Tidak masuk akal jika luas lahan sebesar itu dikuasai oleh petani kecil secara mandiri. Dugaan kuat ada aktor besar di balik alih fungsi ini,” ujar Ridwan.

Senada dengan itu, Edy Karizal, pemerhati lingkungan dari Lembaga Konservasi 21, menilai alih fungsi lahan di TNBBS tidak mungkin terjadi tanpa dukungan perusahaan besar.

“Perusahaan kopi mendapat keuntungan besar dari hasil hutan tanpa perlu menanam sendiri. Mereka hanya mendukung dari sisi budidaya dan pemasaran. Pemerintah daerah pun turut andil dengan mengabaikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan,” jelas Edy.

Ia menambahkan bahwa perusakan kawasan hutan konservasi ini merupakan tindakan tidak manusiawi dan mengancam keberlangsungan hidup banyak pihak.

“Kawasan TNBBS adalah sumber air, oksigen, dan keanekaragaman hayati. Jika ini terus dibiarkan, kita akan menghadapi bencana ekologis yang jauh lebih besar,” katanya.

Desakan untuk Investigasi Nasional

GERMASI bersama Lembaga Konservasi 21 mendesak pemerintah pusat, TNI, Balai Besar TNBBS, dan aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung RI, untuk turun tangan dan melakukan investigasi menyeluruh.

“Kami ingin agar praktik mafia tanah yang merugikan negara dan merusak lingkungan ini dihentikan. Proses hukum harus ditegakkan, siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab,” pungkas Ridwan.

Hingga berita ini diterbitkan, Kejaksaan Tinggi Lampung belum memberikan pernyataan resmi. Namun, desakan dari masyarakat sipil dan pegiat lingkungan terus bergulir, menuntut transparansi dan penegakan hukum agar kawasan konservasi tetap terlindungi. Red