PESAWARAN, Potensinasional.id – Persidangan di Pengadilan Agama (PA) Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, memunculkan tanda tanya besar terkait kepastian hukum. Seorang perempuan asal Desa Banjar Negeri, Kecamatan Way Lima, berinisial SM, yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, TH, justru harus menghadapi gugatan balik (rekonvensi) meski sang suami sebelumnya mangkir dari persidangan.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu, 20 Agustus 2025, dan menjadi sorotan publik karena dianggap mencederai rasa keadilan.
Kronologi Perkara:
SM resmi mendaftarkan gugatan perceraian terhadap TH di PA Gedong Tataan. Namun, tergugat tiga kali mangkir dari panggilan persidangan tanpa alasan yang jelas. Berdasarkan Pasal 19 huruf b Perma No. 3 Tahun 2017, seharusnya hakim dapat memutus perkara secara verstek (putusan tanpa kehadiran tergugat).
“Ini sangat tidak adil. Saya sudah mengikuti prosedur hukum, tapi justru harus menerima kenyataan pahit ketika pengadilan malah menerima gugatan balik dari pihak yang jelas-jelas tidak menghormati persidangan,” ungkap SM dengan nada kecewa.
Putusan Verstek Diabaikan
Alih-alih melanjutkan proses putusan verstek, PA Gedong Tataan justru menerima dan memproses gugatan balik yang diajukan TH. Langkah ini dinilai tidak konsisten dan bertentangan dengan semangat penegakan hukum.
Seorang praktisi hukum lokal yang enggan disebutkan namanya menilai keputusan tersebut sebagai preseden buruk.
“Seharusnya, pihak yang mangkir tidak diberi ruang untuk mengajukan gugatan balik. Ketika pengadilan membuka kesempatan ini, muncul pertanyaan besar soal konsistensi dan integritas proses hukum,” tegasnya.
Pertanyaan Publik
Kebijakan PA Gedong Tataan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan:
- Di mana konsistensi peradilan dalam menangani perkara ketika tergugat terbukti mangkir?
- Mengapa tidak menyelesaikan gugatan utama terlebih dahulu sebelum menerima gugatan balik?
- Apa dasar pertimbangan majelis hakim menerima permohonan rekonvensi tersebut?
Penjelasan PA Gedong Tataan
Tim media Potensinasional.id mengonfirmasi persoalan ini kepada pihak Humas PA Gedong Tataan. Mereka menjelaskan, putusan pengadilan telah diambil pada 6 Agustus 2025, sementara TH mengajukan perlawanan (perzet) pada 14 Agustus 2025.
“Kami tidak bisa menilai jalannya persidangan. Nanti Ibu SM akan menerima surat panggilan melalui pos, berikut lampiran dasar dalil perzet dari suaminya. Persidangan ulang kemungkinan akan dijadwalkan,” jelas perwakilan humas.
Korban Sistem yang Dipertanyakan
Kini SM bukan hanya berjuang untuk mengakhiri rumah tangganya, tetapi juga harus menghadapi sistem hukum yang menurutnya tidak berpihak. Peristiwa ini menjadi catatan penting bagaimana perempuan masih rawan terjebak dalam tarik ulur prosedur hukum yang membingungkan dan berpotensi merugikan pencari keadilan. Red