Bandar Lampung, Potensinasional.id — Desakan audit investigatif atas kematian Harimau Sumatera bernama Bakas di Lembah Hijau, Lampung, terus bergulir. Kali ini, Jaringan Kelola Ekosistem Lampung (JKEL) secara resmi mengirimkan surat kepada Menteri Kehutanan RI, berisi permohonan audit menyeluruh terhadap BKSDA Bengkulu–Lampung dan Balai TNBBS, serta pencabutan izin penitipan satwa di Lembah Hijau, Selasa (11/11/2025).
Surat bernomor 047/JKEL/Lampung/XI/2025 itu ditandatangani oleh Ir. Almuhery Ali Paksi, Koordinator JKEL. Dalam keterangannya, Almuhery menyebut kematian Harimau Bakas bukan insiden tunggal, melainkan indikasi adanya kegagalan sistemik dalam tata kelola konservasi, khususnya di wilayah Lampung dan Bengkulu.
“Kami mendesak agar kinerja Kepala Balai TNBBS dan Kepala BKSDA Bengkulu–Lampung diperiksa secara menyeluruh, termasuk pertanggungjawaban atas kebijakan yang menyebabkan konflik satwa hingga kematian Harimau Sumatera di bawah pengawasan mereka.
Lembah Hijau juga harus dicabut izin penitipan satwanya karena gagal menjamin keselamatan satwa dilindungi,” tegas Almuhery.
CSM Minta Evaluasi Total Tata Kelola Konservasi
Dukungan terhadap langkah JKEL datang dari Ketua Umum Cakra Surya Manggala (CSM), Dr. Mujizat Tegar Sedayu, S.H., M.H., IFHGAS. Ia menilai kematian satwa dilindungi di bawah pengawasan lembaga resmi negara merupakan indikasi kelalaian struktural dan moral.
“Negara tidak boleh diam. Ini bukan sekadar satu harimau mati — ini tentang sistem yang rusak. Jangan ada yang berlindung di balik label konservasi untuk menutupi kelalaian dan penyalahgunaan kewenangan,” ujar Mujizat.
Ia meminta Kementerian Kehutanan melakukan audit total dan memanggil seluruh pihak terkait, mulai dari Balai TNBBS, BKSDA Bengkulu–Lampung, hingga pengelola Lembah Hijau.
“Kalau terbukti lalai, izin harus dicabut, jabatan dicopot, dan proses hukum ditegakkan,” tegasnya.
GERMASI Soroti Transparansi Anggaran Konservasi
Sorotan juga datang dari Ridwan Maulana, C.PL., CDRA, Founder Masyarakat Independen GERMASI sekaligus aktivis anti-korupsi. Ia menanggapi pemberitaan yang menyebut pihak Lembah Hijau menanggung seluruh biaya penanganan dan perawatan Harimau Bakas.
“Jika benar semua biaya penyelamatan Harimau Bakas ditanggung pihak Lembah Hijau, maka pertanyaan besar muncul: ke mana anggaran BKSDA Bengkulu–Lampung selama ini?” ujarnya.
Ridwan menegaskan perlunya transparansi penggunaan dana konservasi satwa liar, serta audit keuangan dan kinerja BKSDA.
“Jangan sampai anggaran negara untuk penyelamatan satwa hanya jadi angka di laporan, sementara lembaga non-negara justru yang menanggung biaya nyata di lapangan,” katanya.
Empat Tuntutan Bersama: Audit, Evaluasi, dan Reformasi
Melalui pernyataan bersama, JKEL, CSM, dan GERMASI menyerukan kepada Kementerian Kehutanan melalui Dirjen KSDAE untuk segera:
- Melakukan audit investigatif independen terhadap seluruh proses penanganan Harimau Bakas;
- Mengevaluasi total kinerja Balai TNBBS dan BKSDA Bengkulu–Lampung;
- Mencabut izin operasional Lembah Hijau sebagai lembaga konservasi yang gagal menjamin keselamatan satwa;
- Mereformasi SOP penanganan konflik satwa liar agar lebih transparan dan berbasis kesejahteraan satwa.
Tragedi kematian Harimau Bakas kini menjadi pengingat akan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan konservasi satwa liar di Indonesia.
Audit, evaluasi, dan penegakan hukum disebut sebagai langkah mendesak untuk memulihkan kepercayaan publik serta memastikan Harimau Sumatera tidak punah akibat kelalaian manusia.
(Wahdi)










