Jakarta, Potensinasional.id — Kematian tragis Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Bakas di Taman Wisata Lembah Hijau, Bandar Lampung, pada Jumat (7/11/2025), memantik gelombang kemarahan publik. Ketua Umum Cakra Surya Manggala (CSM), Dr. Mujizat Tegar Sedayu, S.H., M.H., IFHGAS, mengecam keras peristiwa tersebut dan menuntut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Seksi Wilayah (SKW) III Lampung bertanggung jawab penuh atas kematian satwa langka yang dilindungi negara itu.
“Saya meminta tim GAKKUM Kementerian Kehutanan RI segera turun tangan dan memeriksa Kepala BKSDA Bengkulu SKW III Lampung. Kematian harimau ini tidak bisa dianggap biasa. Ada dugaan kuat unsur kelalaian, bahkan bisa mengarah pada kesengajaan,” tegas Tegar di kediamannya di Jakarta Selatan, Minggu (9/11/2025).
Tegar Pertanyakan Relokasi ke Lembah Hijau
Menurut Tegar, terdapat banyak kejanggalan dalam penanganan Harimau Bakas yang perlu diungkap secara terbuka. Ia mempertanyakan keputusan memindahkan Bakas ke Taman Wisata Lembah Hijau, bukan ke habitat alaminya di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

“Di mana tepatnya harimau itu ditangkap? Mengapa dibawa ke tempat wisata, bukan dikembalikan ke hutan konservasi? Semua ini harus dijelaskan secara terang-benderang. Jangan ada yang ditutup-tutupi!” ujarnya dengan nada tegas.
Tegar menilai langkah BKSDA Bengkulu SKW III Lampung sebagai tindakan ceroboh dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan satwa liar. Menurutnya, bila seekor harimau masuk ke wilayah manusia, tugas utama petugas konservasi adalah menyelamatkan dan mengembalikannya ke habitat alami, bukan menempatkannya di kandang buatan di area wisata.
Cermin Gagalnya Tata Kelola Konservasi
Lebih lanjut, Tegar menyinggung UU RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang secara tegas melindungi satwa langka seperti Harimau Sumatera. Ia menilai konflik manusia dan harimau yang kerap terjadi di wilayah sekitar TNBBS, khususnya di Kabupaten Lampung Barat, merupakan cerminan gagalnya tata kelola konservasi di lapangan.
“Ketika harimau masuk ke wilayah manusia, dia ditangkap. Tapi ketika manusia masuk ke wilayah harimau, yang ditangkap tetap harimau. Ini ironi besar tentang keadilan ekosistem,” ucapnya dengan nada tinggi.
Tegar menegaskan, akar persoalan sesungguhnya terletak pada perambahan dan alih fungsi kawasan hutan konservasi yang terus berlangsung tanpa pengawasan tegas. Banyak kawasan TNBBS telah berubah menjadi perkebunan kopi ilegal dan lahan garapan lainnya, yang secara perlahan menghancurkan habitat satwa liar.
Dalam video penangkapan Harimau Bakas yang beredar, tampak jelas perangkap dipasang di area kebun kopi yang disebut merupakan wilayah marga di Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat. Lokasi itu berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS yang tidak memiliki hutan penyangga, memperkuat dugaan bahwa harimau tersebut masih berada di wilayah jelajah alaminya saat ditangkap.
Desak Investigasi Nasional dan Penegakan Hukum
Ketum CSM itu mendesak Direktorat Jenderal GAKKUM Kementerian Kehutanan RI untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus ini dan menindak tegas siapa pun yang terbukti lalai atau melanggar hukum — termasuk pejabat BKSDA yang terlibat dalam proses relokasi dan penanganan Bakas.
“Kerusakan kawasan konservasi seperti TNBBS bukan rahasia lagi. Banyak oknum pejabat, korporasi, dan sebagian kecil masyarakat yang bermain. Jangan tebang pilih — siapa pun yang merusak hutan harus ditindak tegas!” tegas Tegar.
Ia juga menyerukan agar pemerintah mengembalikan fungsi konservasi hutan, menghentikan praktik perambahan liar, serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu demi melindungi satwa endemik Indonesia dari ancaman kepunahan.
“Harimau punya rumah, punya hutan, punya kehidupan. Kalau rumahnya kita rusak, jangan salahkan dia datang ke rumah kita. Yang seharusnya direlokasi adalah manusia yang merambah hutan, bukan harimaunya!” pungkas Tegar menutup pernyataannya.
Kematian Harimau Sumatera Bakas menambah panjang daftar kelam kematian satwa dilindungi di Indonesia. Publik kini menanti langkah nyata dari Kementerian Kehutanan RI, GAKKUM, dan aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan ekologis, sebelum Harimau Sumatera benar-benar tinggal legenda di negeri yang dulu menjadi rumahnya.(Wahdi)










