Pesisir Barat, Potensinasional.id – Wakil Bupati Pesisir Barat (Pesibar) Irawan Topani, S.H., M.Kn., membuka kegiatan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) tentang Pencegahan, Penanganan, dan Monitoring Perkawinan Usia di Bawah 19 Tahun. Kegiatan berlangsung di Ruang Karang Nyimbor, Lantai 3 Gedung Marga Sai Batin, Kompleks Perkantoran Pemkab Pesisir Barat, Rabu (19/11/2025).
Hadir dalam kegiatan tersebut Plt. Kepala Bappelitbangda Dr. Drs. Gunawan, M.Si., Kepala DP3AKB Irhamudin, S.K.M., M.M., Direktur Eksekutif Perkumpulan DAMAR Afrintina, S.H., M.H., serta fasilitator nasional Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) Kementerian PPPA, Rohika Kurniadi Sari.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati menyampaikan bahwa perkawinan usia dini masih menjadi persoalan serius dan berdampak luas pada kesehatan, masa depan, dan kesejahteraan anak.
“Meski upaya pencegahan terus dilakukan, angka perkawinan di bawah usia 19 tahun masih tergolong tinggi. Hal ini membawa dampak berat bagi tumbuh kembang dan masa depan anak-anak,” tegas Irawan Topani.
Menurutnya, perkawinan usia dini merupakan pelanggaran hak anak dan seringkali memaksa mereka memasuki fase kehidupan yang belum siap secara fisik maupun mental. Dampak terberat umumnya dirasakan oleh anak perempuan, mulai dari risiko kesehatan reproduksi, kehamilan dini, putus sekolah, hingga tekanan sosial dan kekerasan dalam rumah tangga.
“Kondisi ini bukan hanya memengaruhi hidup sang ibu, tetapi juga berdampak pada bayi yang dilahirkan, mulai dari gizi buruk hingga risiko stunting,” tambahnya.
Berdasarkan data tahun 2023, di Provinsi Lampung terdapat 666 perkara dispensasi kawin dan 1.277 perkara itsbat nikah. Sedangkan di Kabupaten Pesisir Barat tercatat 63 perkara dispensasi kawin dan 66 perkara itsbat nikah. Angka tersebut menunjukkan bahwa perkawinan anak masih menjadi masalah yang membutuhkan intervensi serius lintas sektor.
Irawan Topani juga menyoroti faktor penyebab tingginya angka perkawinan usia dini, mulai dari budaya perjodohan, minimnya pendidikan kesehatan reproduksi, pemahaman agama yang keliru, hingga tekanan ekonomi dan sosial.
“Minimnya perlindungan hukum, serta kurangnya kesadaran bahwa pendidikan adalah jalan memutus rantai kemiskinan juga menjadi faktor pemicu,” jelasnya.
Pemerintah, kata dia, telah memperkuat perlindungan melalui sejumlah regulasi, termasuk UU Nomor 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas usia minimal perkawinan laki-laki dan perempuan pada usia 19 tahun. Selain itu, peluncuran Stranas PPA menjadi langkah nasional dalam mencegah perkawinan anak.
Sebagai tindak lanjut, Pemkab Pesibar kini menyusun Ranperbup sebagai pedoman daerah untuk pencegahan, penanganan, dan monitoring dengan evaluasi berkelanjutan.
“Kami percaya masa depan anak-anak Pesibar adalah tanggung jawab bersama. Regulasi ini akan menjadi pijakan strategis untuk melindungi generasi penerus,” tutup Wabup.
📝 Reporter: Z. Abidin










