Warga Pemalang Tewas Tragis Diduga Dimangsa Harimau di Perbatasan TNBBS

Lampung Barat, http://Potensinasional.id — Konflik antara manusia dan satwa liar kembali memakan korban jiwa. Seorang warga asal Pemalang, Jawa Tengah, bernama Misri (62), ditemukan tewas mengenaskan di perbatasan kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), tepatnya di wilayah Dusun Umbul Lima, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat, Kamis malam (10/7/2025) sekitar pukul 19.30 WIB.

Korban yang sehari-hari berkebun di wilayah tersebut, terakhir terlihat meninggalkan lahannya sekitar pukul 16.00 WIB. Namun hingga malam tiba, ia tak kunjung pulang. Warga yang khawatir kemudian melakukan pencarian dan akhirnya menemukan tubuh Misri dalam kondisi tidak utuh, sekitar satu kilometer dari lokasi terakhir ia terlihat.

Camat Batu Brak, Ruspel Gultom, membenarkan peristiwa tersebut. Ia menyebutkan bahwa jenazah korban ditemukan di wilayah Pemangku 6 Kali Pasir, tepat di tepian kawasan hutan yang merupakan habitat harimau Sumatera.

“Benar, korban Misri ditemukan dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi sangat mengenaskan. Dugaan sementara, korban diserang satwa liar, kemungkinan besar harimau,” ujar Ruspel.

Jenazah korban telah dievakuasi dan disemayamkan di rumah duka untuk prosesi pemakaman. Sementara itu, pihak kecamatan mengimbau warga agar lebih waspada dan tidak beraktivitas sendirian, terutama di area kebun yang berdekatan dengan kawasan hutan.

“Kami sudah berulang kali mengingatkan warga agar tidak bekerja sendiri di kebun, apalagi bermalam di sana. Harus ada sistem pengamanan yang lebih ketat dan terkoordinasi,” tambahnya.

Desakan Penanganan Serius dan Terpadu

Tragedi ini menambah panjang daftar kasus konflik manusia dan satwa liar di wilayah Lampung Barat, terutama di desa-desa penyangga kawasan konservasi. Aktivis Gerakan Masyarakat Sipil (Germasi), Wahdi Syarif, mendesak pemerintah daerah dan pihak pengelola TNBBS untuk segera mengambil langkah tegas dan terukur.

“Serangan ini menjadi bukti terganggunya ekosistem hutan. Pemerintah Provinsi Lampung, Pemkab Lampung Barat, Balai Besar TNBBS, hingga aparat penegak hukum harus segera menindaklanjuti kesepakatan bersama yang pernah dibuat dengan masyarakat dan Forkopimda untuk menertibkan kawasan hutan,” tegas Wahdi.

Ia menilai bahwa pembukaan lahan tanpa kontrol serta aktivitas perkebunan yang merambah kawasan penyangga hutan konservasi menjadi faktor utama meningkatnya interaksi langsung antara manusia dan satwa buas seperti harimau.

Wahdi menegaskan pentingnya langkah strategis, seperti penataan ulang zonasi, relokasi aktivitas warga, dan peningkatan patroli satwa liar di sekitar kawasan konservasi.

“Tanpa tindakan nyata, konflik seperti ini akan terus terjadi dan mengancam keselamatan jiwa masyarakat yang tinggal di sekitar hutan,” pungkasnya. ***