Pringsewu, Potensinasional
Ririn, salah satu kandidat pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pringsewu, maju tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri dari jabatannya di legislatif, seperti yang diatur dalam peraturan. Hal ini sempat luput dari perhatian publik, meskipun beberapa pihak menganggap pelanggaran tersebut sebagai hal serius. Menurut Dr. Satria Prayoga, S.H., M.H., seorang akademisi, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 1229 Tahun 2024, seorang anggota dewan yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus memiliki Surat Keputusan (SK) pemberhentian sebelum mendaftar.
Namun, dalam kasus Ririn, hingga batas akhir pendaftaran pada 29 Agustus 2024, ia belum memiliki SK pemberhentian tersebut. Buktinya adalah nama Ririn masih tercantum dalam SK Menteri Dalam Negeri tertanggal 30 Agustus 2024 tentang pemberhentian anggota DPRD Provinsi Lampung periode 2019-2024 dan pelantikan anggota DPRD Provinsi Lampung periode 2024-2029. Dengan kata lain, Ririn masih dianggap menjabat sebagai anggota DPRD pada saat pendaftarannya.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya mengenai integritas dan kelalaian pihak penyelenggara pemilu, khususnya KPU dan Bawaslu Kabupaten Pringsewu. Seharusnya, jika mengikuti aturan yang ada, KPU Pringsewu tidak dapat menerima pendaftaran Ririn sebagai calon kepala daerah. Dr. Satria menjelaskan bahwa seorang calon dari kalangan legislatif harus sudah menyerahkan surat pengunduran diri dan memperoleh SK pemberhentian dari posisinya di parlemen. Tanpa dokumen tersebut, pendaftaran calon semestinya tidak bisa diproses.
Meski demikian, tidak ada pihak yang menyuarakan keberatan terkait hal ini, baik dari pasangan calon lainnya, masyarakat, maupun Bawaslu. Mereka seolah-olah diam dan membiarkan pelanggaran ini terjadi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ketidaktahuan atau kelalaian bisa menjadi alasan di balik kurangnya tindakan atas ketidakpatuhan tersebut.
Bawaslu, sebagai pengawas pemilu, juga dianggap tidak menjalankan perannya secara maksimal. Padahal, sebagai lembaga yang seharusnya independen dan mengawasi setiap proses pemilu, Bawaslu Pringsewu wajib memastikan bahwa setiap calon memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan dalam regulasi. Dalam hal ini, ketidakpatuhan terhadap aturan pengunduran diri dari legislatif seharusnya dapat berakibat pada pembatalan pencalonan Ririn.
Di sisi lain, KPU Pringsewu juga dinilai kurang teliti dalam menjalankan tugasnya. Seharusnya, KPU tidak menerima pendaftaran calon yang tidak melengkapi seluruh dokumen persyaratan, terutama yang berkaitan dengan status keanggotaan legislatif. Jika KPU tetap memproses pencalonan Ririn tanpa memperhatikan aturan tersebut, maka ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap prosedur yang telah ditetapkan.
Peraturan KPU Nomor 1229 Tahun 2024 telah dengan jelas mengatur bahwa calon dari anggota legislatif yang belum dilantik sebagai anggota dewan terpilih harus menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik yang mendukungnya. Pengunduran diri tersebut harus diikuti dengan surat pemberhentian resmi dari jabatan yang sedang diembannya.
Kasus ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan dan pelaksanaan regulasi pada Pilkada Kabupaten Pringsewu. Tidak adanya reaksi dari pasangan calon lain, masyarakat, maupun penyelenggara pemilu menunjukkan minimnya pemahaman terhadap aturan yang berlaku. Ini juga mengarah pada pertanyaan apakah memang ada kesengajaan atau hanya sekadar ketidakpahaman terhadap regulasi pemilu.
Lebih lanjut, Dr. Satria menegaskan pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap konstitusi dalam proses demokrasi. Setiap calon kepala daerah dan pihak penyelenggara pemilu harus menjalankan tugasnya dengan jujur dan adil, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemilihan kepala daerah yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak bersih hanya akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi itu sendiri.
Dalam konteks ini, masyarakat diimbau untuk lebih kritis dan aktif mengawal proses pemilu. Partisipasi publik dalam mengawasi jalannya Pilkada sangat penting untuk memastikan bahwa proses tersebut berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Selain itu, KPU dan Bawaslu juga diharapkan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya, agar tidak ada calon yang lolos tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kasus Ririn ini bisa menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk lebih memahami regulasi dan tidak menutup mata terhadap pelanggaran yang terjadi. Keadilan dan keterbukaan harus menjadi prinsip utama dalam setiap tahapan Pilkada, demi menjaga demokrasi yang sehat dan berintegritas.(red)